Cap Go Meh Singkawang: Tradisi Budaya yang Mendunia 2025
Contents
- 1 Mengapa Warga Lokal Singkawang Sangat Menyukai Cap Go Meh?
- 1.1 Keunikan Cap Go Meh Singkawang yang Bikin Gue Merinding
- 1.2 Tips Ikut Cap Go Meh Biar Nggak Kaget dan Tetap Nyaman
- 1.3 Cap Go Meh di Mata Pecinta Seni: Perpaduan Simbol dan Emosi
- 1.4 Pelajaran yang Gue Dapet dari Cap Go Meh
- 1.5 Cap Go Meh: Perayaan yang Menyatukan Lintas Agama dan Etnis
- 1.6 Contoh Keharmonisan yang Bikin Haru
- 1.7 Tatung: Antara Tradisi Leluhur dan Simbol Perlawanan Roh Jahat
- 1.8 Ritual Sebelum Jadi Tatung
- 2 Author
Jujur, dulu gue pikir Cap Go Meh itu cuma soal makan besar setelah Imlek, mungkin juga sekadar pawai biasa. Tapi ternyata, Cap Go Meh itu jauh lebih dalam. Cap Go Meh artinya “malam kelima belas” dalam dialek Hokkien, penanda hari ke-15 setelah Tahun Baru Imlek.
Kalau Imlek itu semacam pembukaan culture, Cap Go Meh tuh klimaksnya. Dan di Singkawang, perayaan ini jadi peristiwa tahunan yang hebohnya luar biasa. Ada ritual Tatung, pawai budaya, barongsai, liong, hingga pertunjukan musik, dan semua digelar dengan khidmat sekaligus semarak.
Dan buat yang belum tahu, Tatung adalah orang yang “dirasuki” roh leluhur Udintogel atau dewa-dewa Taoisme, dan mereka biasanya beraksi dengan menusukkan benda tajam ke tubuh, tapi tetap aman. Antara mistis dan magis.
Mengapa Warga Lokal Singkawang Sangat Menyukai Cap Go Meh?
Waktu gue ngobrol sama beberapa warga lokal antara news(iya, gue suka ngobrol random sama penjual makanan atau tukang parkir, hehe), mereka bilang Cap Go Meh tuh momen untuk bersatu. Bukan hanya untuk orang Tionghoa lho, tapi semua etnis di Singkawang ikut terlibat. Dayak, Melayu, semuanya jalan bareng dalam perayaan ini.
Ada kebanggaan tersendiri bagi mereka karena Singkawang jadi pusat perhatian nasional, bahkan internasional. Lo bisa bayangin, kota kecil ini bisa nyedot ribuan wisatawan tiap tahun cuma buat lihat Cap Go Meh. Dan bagi warga lokal, itu bukan cuma tontonan. Itu warisan.
Buat generasi muda, Cap Go Meh juga jadi momen belajar sejarah dan spiritualitas. Anak-anak dilatih jadi barongsai, remaja ikut tim tatung, dan para ibu bikin makanan khas seperti lemper, kue keranjang, dan lain-lain. Semua ikut ambil bagian.
Dan satu lagi, lo tau nggak, Singkawang punya lebih dari 100 kelenteng. Kebayang kan betapa dalamnya akar budaya di sana?
Keunikan Cap Go Meh Singkawang yang Bikin Gue Merinding
Jujur, gue sempat merinding lihat iring-iringan Tatung yang jalan dengan wajah damai, tapi tubuhnya penuh dengan jarum besar, bahkan ada yang bawa altar di pundaknya! Tapi nggak ada darah. Gila, itu mistis banget sih. Tapi bukan mistis yang nakutin, malah justru spiritual.
Yang bikin Cap Go Meh di Singkawang beda banget:
-
Tatung dari Berbagai Daerah dan Negara
Bahkan ada Tatung dari Malaysia, Taiwan, dan Thailand. Jadi ini udah level internasional, bro! -
Kombinasi Budaya
Ada unsur Tionghoa, Dayak, Melayu. Kostumnya aja udah campur-campur. Dari jubah merah emas, sampai aksesoris bulu Dayak. -
Pawai Tatung Hari Siang
Biasanya ritual spiritual kayak gitu dilakukan malam hari, tapi di sini dilakukan siang hari di tengah kerumunan. Terik matahari justru bikin auranya makin kuat. -
Festival Kuliner Tionghoa-Indonesia
Lo bisa nemuin choipan, kue keranjang goreng, bahkan mi tiaw khas Singkawang yang nggak bakal lo temuin di tempat lain.
Tips Ikut Cap Go Meh Biar Nggak Kaget dan Tetap Nyaman
Gue belajar dari pengalaman ya… Pertama kali ke Cap Go Meh, gue asal datang dan pulang bawa kaki pegal dan kamera penuh foto blur. Jadi, nih tips buat lo yang pengin ke sana:
-
Booking Hotel Minimal 2 Bulan Sebelumnya
Jangan harap dapet penginapan dadakan. Bahkan homestay pun bisa full! Dan harga bisa naik 2x lipat. -
Bawa Sunblock dan Topi
Karena acaranya siang dan outdoor. Apalagi kalo lo nunggu pawai Tatung, bisa berdiri 3 jam tanpa teduh! -
Datang Pagi
Jam 7 atau 8 udah harus siap di lokasi pawai utama. Kalau enggak, siap-siap cuma lihat punggung orang. -
Hormati Ritual
Jangan motret Tatung dari jarak super dekat apalagi pakai flash. Lo nggak tau seberapa dalam kondisi trans mereka. -
Bawa Uang Tunai
Banyak jajanan kaki lima yang nggak nerima cashless. Dan trust me, lo bakal pengen nyobain semua makanan di sana.
Cap Go Meh di Mata Pecinta Seni: Perpaduan Simbol dan Emosi
Sebagai orang yang juga suka seni pertunjukan, Cap Go Meh tuh kaya museum hidup. Setiap kostum Tatung punya filosofi. Misalnya, warna merah melambangkan keberanian, emas berarti keberuntungan. Bahkan cara mereka jalan pun punya makna: ada yang melambangkan pengusiran roh jahat, ada yang mewakili doa keselamatan kota.
Dan bukan cuma visual, ada bunyi-bunyian yang hipnotis — tabuhan tambur, lonceng kelenteng, gong besar. Semua membentuk simfoni yang bukan cuma terdengar, tapi terasa. Lo kayak disedot ke dimensi lain.
Kalau lo fotografer, seniman, penulis, atau sekadar penikmat keindahan, Cap Go Meh Singkawang ini tempat yang bisa bikin lo kehabisan kata-kata. Gue sempat motret satu Tatung anak-anak — badannya kecil, tapi wajahnya kayak dewa. Gue inget, pas gue print foto itu dan tunjukin ke temen, dia bilang: “Itu kayak lukisan hidup.”
Pelajaran yang Gue Dapet dari Cap Go Meh
Gue belajar bahwa budaya itu bukan buat dipamerin, tapi dijalanin. Warga Singkawang hidup dalam tradisi. Mereka bukan cuma jadi penonton, mereka bagian dari cerita.
Dan lo tau, dalam dunia yang makin digital dan individualis ini, ngeliat orang gotong royong demi tradisi yang sama itu menyentuh banget.
Gue juga belajar bahwa spiritualitas bisa punya bentuk yang berbeda-beda. Lo nggak harus ngerti semuanya, tapi lo bisa hormatin semuanya. Dan saat lo terbuka buat lihat hal baru, lo nggak cuma belajar tentang orang lain, lo juga belajar tentang diri sendiri.
Cap Go Meh: Perayaan yang Menyatukan Lintas Agama dan Etnis
Satu hal yang paling gue kagumi dari Cap Go Meh di Singkawang adalah kerukunan antarumat beragama dan etnis. Di tengah pawai Tatung yang kental unsur Tionghoa dan Taoisme, lo akan lihat warga Muslim, Dayak, hingga Kristen ikut menonton dan bahkan membantu jalannya acara. Serius, ini bukan basa-basi.
Gue sempat lihat sekelompok ibu-ibu Muslim yang jualan es tebu dan gorengan di pinggir jalan tempat pawai lewat. Mereka nyapa pengunjung dengan ramah, dan bahkan ada yang bantu kasih tempat duduk buat wisatawan lansia. Itu bikin hati gue hangat banget.
Dan yang paling keren, gue dengar dari panitia bahwa sebelum Cap Go Meh dimulai, ada pertemuan antarumat lintas agama buat memastikan acara berjalan damai. Mereka semua punya peran. Ini bukan cuma festival budaya, tapi juga festival toleransi.
Contoh Keharmonisan yang Bikin Haru
Waktu gue lagi duduk di trotoar, gue ngobrol sama seorang anak muda Dayak yang katanya tiap tahun ikut bantu jadi relawan keamanan. Dia bilang, “Cap Go Meh itu bukan cuma punya orang Tionghoa, ini festival buat kita semua. Karena kita semua orang Singkawang.”
Gimana nggak meleleh, coba?
Tatung: Antara Tradisi Leluhur dan Simbol Perlawanan Roh Jahat
Sekarang kita balik lagi ke sosok Tatung, karena ini emang pusat perhatian di Cap Go Meh.
Tatung bukan cuma simbol mistik atau atraksi ekstrem. Dia adalah penghubung antara dunia manusia dan roh leluhur. Menurut kepercayaan Taoisme, ketika seseorang menjadi Tatung, dia dirasuki roh suci yang memberikan kekuatan untuk menyembuhkan, melindungi, dan mengusir roh jahat.
Makanya lo bisa lihat Tatung menusukkan benda tajam ke pipi, lidah, atau bahkan menembus dagu. Ada juga yang duduk di atas kursi berpedang. Tapi mereka nggak berdarah. Itu yang bikin gue ngerasa, ini bukan sekadar show. Ini ritual spiritual yang udah dijalani ratusan tahun.
Dan lo tau nggak? Banyak dari mereka yang jadi Tatung cuma waktu Cap Go Meh. Di luar itu, mereka hidup biasa aja: ada yang guru, nelayan, tukang bangunan, bahkan mahasiswa.
Ritual Sebelum Jadi Tatung
Sebelum pawai dimulai, para Tatung menjalani ritual khusus seperti pantang makan daging, meditasi, dan bersembahyang di kelenteng selama berhari-hari. Mereka juga harus “dibersihkan” secara spiritual sebelum bisa dirasuki roh. Jadi bukan asal-asalan.
Bahkan ada satu Tatung yang gue temui, dia bilang, “Saya ini cuma wadah. Yang kuat itu bukan saya, tapi dewa di dalam saya.” Gila, merinding gue waktu denger itu.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Punta del Diablo Paradise: Discover Untamed Beaches, Vibrant Culture, and Endless Adventure in Uruguay disini